Pemberdayaan Remaja Dan Pemeriksaan Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Anemia Pada Remaja Di Desa Banua Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
Keywords:
stunting, masalah gizi, usia, kekuranganAbstract
Stunting merupakan masalah global. Di Indonesia masalah stunting juga masih tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6%. walaupun berhasil turun sekitar 2,8% dibandingkan tahun 2021 (24,4%), namun angka ini masih tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting kurang dari 20%. Indonesia menargetkan penurunan stunting di angka 14% pada tahun 2024 dapat tercapai. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dicetuskan pada berbagai masa pertumbuhan, dari sejak sebelum kehamilan (masa pra-konsepsi), masa pembuahan, masa kehamilan, hingga usia balita dan usia sekolah. Kurangnya gizi yang baik, infeksi pada anak dan higienitas lingkungan yang buruk, sosial-ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan, merupakan beberapa faktor yang dapat mengakibatkan stunting (Kemenkeu RI, 2023). Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah guna menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik melalui intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun. Berkenaan dengan hal tersebut remaja putri sebagai calon ibu penting untuk memperhatikan kesehatannya mengingat remaja putri merupakan kelompok usia subur yang rentan terhadap masalah kesehatan seperti anemia maupun Kurang Energi Kronis (KEK). Kekurangan Energi Kronis memiliki dampak negatif terhadap remaja putri antara lain anemia dan berkurangnya daya kosentrasi remaja putri sehingga dapat menurunkan prestasi belajar. Data di Desa Banua, Kintamani, Bangli tahun 2023 menunjukkan sebanyak 32% remaja putri mengalami KEK (LiLA < 23,5 cm). Pada wanita yang mengalami KEK dapat mengakibatkan kekurangan zat besi, sehingga dapat menjadi salah satu faktor resiko terjadinya anemia.
